KETIKKABAR.com – Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyampaikan pandangannya mengenai bahaya kekuasaan absolut dalam suatu pemerintahan. Menurutnya, pemimpin yang haus akan masa jabatan cenderung tergoda untuk memperpanjang kekuasaannya, bahkan dengan cara-cara yang melanggar konstitusi.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bedah buku yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo pada Jumat (7/3/2025).
Kegiatan ini berlangsung hybrid, luring dan daring.
“My own observations, kalau pemimpin Politik itu haus kekuasaan, tergoda oleh kekuasaan, around the globe, banyak pemimpin, presiden, perdana menteri, siapapun, cenderung atau tergoda memperpanjang kekuasaannya, mengubah konstitusi, menambah masa jabatan, periode atau terms,” ujar SBY seperti dikutip Tribunnews.com pada Jumat (7/3/2025).
Namun, SBY menegaskan bahwa meskipun langkah memperpanjang kekuasaan tersebut ada yang berhasil, pada akhirnya kekuatan yang absolut selalu ditolak oleh masyarakat di mana pun. Ia memberikan contoh protes dan pemberontakan yang terjadi di negara-negara Arab dan Afrika Utara pada awal 2010-an yang dikenal dengan istilah Arab Spring.
“Mengapa rontok? Karena ada perlawanan publik, kebanyakan dari mahasiswa, dari middle class, intelektual yang kebetulan menganggur, no job. Kemudian ekonominya buruk, tiba-tiba melihat pemimpin politiknya punya kekuasaan yang mutlak, yang absolut, terjadilah perlawanan publik dan tidak bisa bertahan,” ujarnya.
SBY juga mengingatkan tentang konsep lama yang telah terbukti kebenarannya: “Power tends to corrupt. Absolute power tends to corrupt absolutely.” Menurutnya, semakin besar kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin, semakin besar pula potensi untuk disalahgunakan.
“Jadi cerita ini pada hakikatnya kembali bahwa semakin besar kekuasaan itu sebetulnya akan menimbulkan masalah. Power tends to corrupt. Absolute power tends to corrupt absolutely. Itu peringatan untuk siapapun who is holding power,” tegas SBY.
SBY, yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama dua periode, menekankan pentingnya pemimpin memahami konstitusi, undang-undang, dan nilai-nilai demokrasi agar tidak jatuh dalam godaan penyalahgunaan kekuasaan.
Pernyataan SBY ini kembali mengingatkan publik akan pentingnya kontrol terhadap kekuasaan yang tidak hanya bersifat formal, tetapi juga harus didasarkan pada prinsip keadilan dan demokrasi, agar negara tidak jatuh ke dalam tangan kekuasaan yang sewenang-wenang.
“Jangan melaksanakan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Power harus didapatkan secara sah. Follow the constitution, follow democratic way untuk mendapatkan power. Setelah power didapatkan, gunakan pula dengan baik. The exercise of power matters. Kalau tahu konstitusi, tahu undang-undang, mengetahui nilai-nilai demokrasi akan tercegah dia menyalahgunakan kekuasaannya,” pungkasnya.[]