KETIKKABAR.com –Dunia maya kembali diguncang. Kali ini bukan karena perdebatan politik atau gosip selebritas, melainkan oleh keberadaan grup Facebook bertajuk “Suka Duka”, yang isinya bak kubangan gelap fantasi menyimpang. Tak sekadar kontroversial, isi grup ini menantang akal sehat dan menabrak batas moral.
Dengan jumlah anggota tembus 41.900 pengguna, grup ini memperlihatkan betapa kerentanan sistem moderasi Facebook bisa menjadi celah bagi konten-konten berbahaya untuk tumbuh, bahkan berkembang biak.
Dari Tangkapan Layar ke Ledakan Moral
Semua bermula dari unggahan pengguna X (dulu Twitter) dengan akun @laviencapri yang mempublikasikan tangkapan layar isi percakapan dalam grup tersebut. Salah satunya berasal dari akun bernama Rama Raka yang menulis:
“Hubungan intim dengan ibu kandung itu dilarang, tetapi itu yang paling nikmat.”
Kalimat pendek itu cukup memantik ledakan emosi publik. Respons bermunculan. Salah satu komentar pedas datang dari akun @Brainrot_anuela:
“Bayangin orang tua mereka yg sudah ngebesarin mereka dari bayi, berharap jadi anak yg bener tapi karena kebanyakan nonton bokp jadi tolol. Najis banget.”*
Banjir komentar kecaman pun berdatangan. Banyak yang menuntut tindakan tegas dari kepolisian. Akun-akun pun ramai-ramai menandai Divisi Humas Polri, meminta agar grup segera dibubarkan dan pelakunya diproses secara hukum.
Mengulang Luka Lama: Jejak Grup “Fantasi Sedarah”
Grup “Suka Duka” bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Indonesia pernah dihebohkan oleh kasus serupa melalui grup “Fantasi Sedarah” yang sempat merajalela hingga akhirnya diblokir.
Namun, kemunculan kembali grup serupa membuktikan bahwa penghapusan bukan solusi permanen. Selama celah masih terbuka, fantasi menyimpang bisa menemukan rumah baru. Sayangnya, rumah itu kini bernama Facebook.
Di Mana Facebook Saat Nilai-Nilai Dilecehkan?
Pertanyaan besar pun muncul: di mana peran Facebook sebagai platform global? Dengan semua teknologi pengawasan dan algoritma deteksi yang digadang-gadang canggih, mengapa grup semacam ini bisa tumbuh dengan bebas?
Tak sedikit pihak menilai ini sebagai kegagalan serius sistem moderasi konten. Pemerintah Indonesia pun dinilai perlu turun tangan lebih tegas.
Seruan untuk Penindakan Hukum
Di sisi lain, para pakar hukum mengingatkan bahwa konten-konten dalam grup tersebut bisa menjerat pelakunya dengan pasal-pasal pidana terkait pelecehan seksual, distribusi konten asusila, dan penyebaran kebencian. Apalagi jika melibatkan unsur eksploitasi anak atau ajakan berbuat tindak pidana.
Belum ada tanggapan resmi dari pihak kepolisian ataupun Kementerian Kominfo saat artikel ini ditulis. Namun publik menunggu langkah konkret: bukan hanya penghapusan, tetapi juga penindakan hukum terhadap pelaku dan pendiri grup.
Ancaman Digital Baru
Grup seperti “Suka Duka” bukan sekadar fenomena digital. Ia adalah refleksi dari kebobrokan yang gagal ditangkal sejak dini, ketika ruang maya tumbuh lebih cepat daripada etika sosial dan perangkat hukum.
Jika tak segera ditangani, maka ruang digital Indonesia akan terus dihantui oleh munculnya grup-grup serupa yang merusak kesadaran kolektif dan nilai-nilai kemanusiaan.[]